Sebagai marketer, kita sering banget overthink soal funnel marketing: dari awareness sampai conversion, semua fase harus dipetakan rapi. Tapi, pernah nggak kamu bertanya: “Apa customer benar-benar peduli dengan funnel kita?” Jawabannya: Nggak. Mereka cuma peduli pada satu hal: “Bisakah produk ini menyelesaikan masalah gue?”
💡 Customer Beli karena Kebutuhan, Bukan karena Funnel
Faktanya, funnel marketing adalah alat yang kita buat untuk memahami journey customer, bukan sebaliknya. Customer nggak pernah mikir:
- “Aku lagi di top of funnel nih, harus cari info dulu.”
- “Wah, udah masuk consideration phase, harus bandingin harga.”
Mereka bertindak karena kebutuhan mendadak atau trigger emosional, seperti:
- Butuh solusi cepat (misal: laptop rusak, cari servis terdekat).
- Percaya pada brand (karena rekomendasi atau pengalaman sebelumnya).
- Promo menarik yang muncul tepat saat mereka sedang mempertimbangkan beli.
Bahkan, seringkali mereka “masuk” ke funnel tanpa sadar—bukan karena strategi kita, tapi karena motivasi internal: rasa penasaran, keinginan, atau masalah yang harus segera diatasi.
💡 Funnel Itu Tools Marketer, Bukan Perspektif Customer
Funnel marketing tetaplah penting, tapi bukan sebagai “peta” untuk customer. Ini adalah framework untuk kita memahami:
- Di mana posisi customer dalam perjalanan pembelian (awareness, consideration, decision).
- Apa yang mereka butuhkan di tiap fase (konten edukasi, perbandingan produk, atau call-to-action).
- Kapan waktu tepat untuk menawarkan solusi (misal: retargeting ads setelah mereka kunjungi website).
Contohnya:
- Di fase awareness, customer mungkin cari artikel “Cara memilih skincare untuk jerawat”.
- Di fase consideration, mereka bandingkan produk A vs B.
- Di fase decision, mereka cari diskon atau testimoni.
Tapi, ujung-ujungnya mereka beli karena produkmu relevan, bukan karena funnelmu “sempurna”.
💡 Lalu, Apa Funnel Masih Relevan di 2025?
Iya, tapi dengan syarat: funnel harus fleksibel dan customer-centric. Funnel bukan lagi sekadar urutan linear (A → B → C), tapi lebih ke pemahaman dinamika perilaku customer.
Cara Bikin Funnel yang “Nggak Bikin Pusing” Customer:
- Fokus pada Problem Solving
- Buat konten yang menjawab pertanyaan spesifik, bukan sekadar promosi.
- Personaliasi Pengalaman
- Gunakan data untuk menyesuaikan pesan (misal: email berdasarkan riwayat browsing).
- Permudah Proses Transisi
- Dari penasaran ke beli, pastikan CTA jelas dan proses checkout simpel.
💡 Kesimpulan: Funnel Bukan Segalanya, Tapi Tetap Penting
Funnel marketing tetaplah alat krusial untuk menyusun strategi, tapi jangan sampai kita terjebak menganggapnya sebagai “aturan mutlak”. Customer tidak peduli istilah marketing—yang mereka mau adalah solusi cepat, mudah, dan manusiawi.
Jadi, optimalkan funnel, tapi selalu ikuti alur natural customer. Jika produkmu benar-benar menjawab kebutuhan, mereka akan beli—dengan atau tanpa funnel yang sempurna.
❓ Gimana Menurut Kamu?
Apakah funnel marketing masih layak jadi prioritas, atau sudah saatnya beralih ke pendekatan lain? Share pendapatmu di kolom komentar! 👇
Mau belajar digital marketing lebih banyak? jadi member Remarketing aja
